Bukan minyak, bukan, kelapa sawit, ataupun menemukan tatanan kehidupan di Planet Mars. Namun, masa depan ekonomi Indonesia di tangan nikel, rupanya. Mengapa pada akhirnya nikel yang menjadi ‘kunci’ utama dari masa depan perekonomian Indonesia?
Hal ini disebabkan bahan bakar fosil akan segera menipis, lalu energi yang menggantikan kendaraan bermotor adalah baterai listrik. Perlu diketahui, komponen baterai listrik ini memiliki bahan utama nikel yang rupanya Indonesia memiliki cadangan nikel terbanyak di dunia.
Selain masa depan ekonomi Indonesia di tangan nikel, tentu fakta ini akhirnya menjadi prospek empuk bagi produsen olahan nikel.
Menurut CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, lima tahun sebelumnya komoditas nikel memang belum gemilang. Namun mulai tahun ini hingga 2025, harga nikel akan mengangkasa dengan gemilang.
Pada tahun 2025 mendatang, diperkirakan harga nikel dapat mencapai US$25.000 per ton. Dan, 2030 mendekati US$30.000 per metrik ton.
Meroketnya harga nikel akan bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan baterai mobil listrik. Layaknya simbiosis mutualisme. Meningkatnya produksi serta penggunaan mobil listrik kedepannya, maka akan berdampak pada permintaan nikel yang tinggi.
Namun, naiknya permintaan pada nikel ini tidak diimbangi dengan meningkatnya pasokan. Alexander menjelaskan, nikel di masa depan akan menjadi bagian dari ekonomi Indonesia yang perlu dijaga dengan baik. Sebab, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
Melihat potensi harga nikel akan merangkak naik, hal ini menjadi kabar positif bagi Indonesia. Pasalnya, bukan tidak mungkin di masa depan Indonesia semakin sejahtera dan makmur berkat nikel. Bila potensi nikel ini benar-benar dikelola dengan baik, maka kegemilangan nikel akan terus berpendar dan bermanfaat bagi bangsa sekaligus negara. Dan, tentu masa depan ekonomi Indonesia di tangan nikel akan menjadi kenyataan.
Namun patut diingat, seperti kata Alexander Barus, bahwa komoditas nikel harus dijaga dengan baik. Pasalnya, menurut Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yunus Saefulhak, cadangan nikel Indonesia mencapai 1,08 miliar ton dan hanya dapat bertahan sekitar 9 tahun. Sedangkan cadangan nikel Indonesia diprediksikan mencapai 4,5 miliar ton hingga produksi 39 tahun ke depan.
Oleh sebab itu, pemerintah melakukan kebijakan untuk menyetop ekspor nikel ore. Pelarangan ekspor ini hanya untuk bijih nikel, karena kedepannya pemerintah mendorong ekspor produk hilir nikel sehingga nilai jual menjadi lebih tinggi. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan nilai tambah pada bijih nikel, contohnya adalah nikel yang kemudian diolah menjadi stainless steel slab dan bahan baku baterai lithium.