LONDON, KOMPAS.com – Inggris tidak akan lagi memiliki akses ke banyak database penting untuk memerangi kejahatan transnasional dan terorisme, setelah resmi keluar dari Uni Eropa pada Jumat (1/1/2020).
Sejauh ini kesepakatan Brexit dengan badan keamanan dan regulator Eropa gagal mencapai kesepakatan tentang penggunaan kumpulan data UE.
Situasi tersebut, menurut pejabat intelijen UE, akan memaksa pejabat keamanan di kedua sisi bekerja lebih keras dan kurang efisien. Khususnya dalam keperluan pemeriksaan nama, paspor, riwayat perjalanan, catatan kriminal, dan alat investigasi lainnya, untuk melacak tersangka yang bergerak di sekitar Eropa dan antara Uni Eropa dan Inggris.
“Sistem Schengen sendiri diakses lebih dari 500 juta kali setahun oleh pejabat Inggris. Tetapi besok rata-rata 1,6 juta permintaan informasi harian akan berhenti dan pejabat Inggris akan dipaksa mengumpulkan semua informasi dari sumber lain,” kata Pejabat Senior Anti-terorisme Belgia.
“Informasi ini pasti dapat ditemukan, tetapi tujuan dari sistem dan basis data ini adalah kecepatan dan pengelolaan yang tepat dari aliran informasi yang sangat besar.”
Sistem “Schengen” mengacu pada 26 negara Eropa, yang telah menghapus semua kontrol perbatasan.
Ancaman Keamanan
Brexit akan merugikan penyelidikan dan pencegahan kejahatan terorganisir dan terorisme, kata pejabat keamanan, yang karena tugasnya tidak memungkinkan berbicara secara terbuka kepada media, melansir Business Insider pada Kamis (31/12/2020).
Dua pejabat senior anti- terorisme Eropa juga mengatakan tidak dimasukkannya aturan terkait akses ke sistem Europol, sebagai kegagalan perjanjian Brexit Inggris.
Padahal itu penting untuk melacak buronan dan surat perintah penangkapan internasional.
Kondisi saat ini dikhawatirkan akan merugikan penyelidikan, dan pencegahan kejahatan terorganisir dan terorisme sampai kesepakatan baru tercapai.
Sistem Eropa menggabungkan sistem internasional Interpol dengan basis data kriminal UE, serta basis data ekstensif dari semua wisatawan kawasan Schengen.
“Ini agak mendemoralisasi karena dalam kasus database Schengen, ini adalah proyek yang telah dikerjakan dengan cermat oleh semua negara anggota UE sejak 2015, untuk menutup celah dalam sistem keamanan yang terungkap dalam serangan teror dari 2014 hingga 2016,” kata pejabat Belgia itu.
Sumber tersebut menyelidiki serangan November 2015 di Paris serta serangan Maret 2016 di Brussel oleh sel anggota ISIS Belgia.
Setelah serangan Paris, yang menewaskan 137 orang dalam berbagai insiden termasuk kelab malam Bataclan, para pejabat UE terkejut mengetahui bahwa para pelaku telah diketahui oleh penegak hukum sebagai anggota ISIS.
Tapi, pelaku yang juga warga Eropa itu, tidak diketahui telah kembali ke Eropa dari Suriah. Dia berhasil bersembunyi di dalam aliran besar pengungsi yang masuk ke Eropa pada saat itu.
“Penyelidikan “sel Molenbeek” mencakup seluruh Eropa, mulai dari pengungsi yang datang melalui Balkan melalui Yunani, hingga dukungan keuangan yang dicurigai dari kelompok ekstremis di Inggris, hingga pergerakan di seluruh negara anggota Schengen dan Inggris dan Norwegia,” kata pejabat itu tentang ruang lingkup investigasi Bataclan.
“Kami menemukan bagaimana teroris dan penjahat dapat menggunakan lubang dalam sistem untuk bergerak bebas, begitu mereka tiba di Eropa.”
“Tapi setelah lima tahun dan jutaan Euro dihabiskan untuk memperbaiki sistem ini sebaik mungkin dan sekarang setelah semua itu berhasil, Inggris meninggalkan upaya menjaga keamanan ini.”
Banyak teroris aktif di Inggris
Sumber penegakan hukum Perancis, yang bekerja langsung untuk memeriksa wisatawan yang masuk Schengen melalui Perancis, mengatakan pada akhirnya Inggris akan dapat mereplikasi sebagian besar sistem.
Tetapi akan ada biaya efisiensi yang sangat besar hingga sistem yang lebih lengkap dapat dikembangkan.
Pejabat itu juga mencatat apa yang mereka gambarkan sebagai penolakan pemerintah Inggris untuk menerima bahwa sebagian besar terorisme Inggris dihasilkan secara internal, dalam hal jaringan dan sel.
Inggris menghasilkan banyak terorisnya sendiri, dan sering kali menjadi vektor terorisme sebagai korban.
“Ironinya, Inggris ingin menjauh dari regulator Eropa. Namun mengadopsi beberapa lapisan baru peraturan birokrasi.”
“Birokrasi baru akan diperlukan setiap kali Inggris ingin memeriksa apakah seseorang teroris. Hal itu meresahkan karena itu memengaruhi UE juga,” kata sumber kepolisian, yang bekerja secara menyamar dan tidak dapat disebutkan namanya.
“Satu-satunya negara di Eropa dengan teroris aktif sebanyak Perancis adalah Inggris,” kata pejabat polisi itu.
“Orang-orang berbicara selama Brexit tentang mengendalikan perbatasan mereka, oke, baiklah. Tetapi Inggris memang mengontrol perbatasannya sendiri, partisipasinya dalam database Europol dan Schengen sebagian besar diperlukan untuk melindungi Eropa dari teroris Inggris.”
Menurutnya, ada lebih banyak serangan di Eropa oleh kelompok ekstremis yang memiliki hubungan dengan Inggris, daripada serangan di Inggris yang terkait dengan Eropa.
Pejabat polisi yang timnya terlibat dalam pengungkapan serangan di seluruh Eropa itu menilai, Perancis juga memiliki masalah serupa. Seperti pada serangan Bataclan yang dipimpin oleh orang Belgia, bukan orang Perancis.
“Inilah mengapa kami serius tentang kerja sama internasional. Ya, kami ingin menjaga keamanan Perancis, tetapi kami juga berkewajiban untuk menjaga seluruh dunia aman dari teroris Perancis.”
“Inggris berada dalam situasi yang sama dengan Perancis, dalam hal ancaman teror internal,” kata pejabat Perancis itu.
“Tapi, setidaknya untuk saat ini, mereka telah memilih untuk mempersulit dan menyita waktu memerangi terorisme di mana pun.”
#Intelijen #Uni #Eropa #Brexit #Bisa #Buka #Celah #Ancaman #Terorisme #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli