Beredar opini mengenai kontribusi kawasan industri di Morowali bagi Indonesia. Pada opini tersebut dikatakan kawasan tersebut lepas kontribusi terhadap daerah bahkan negara. Nyatanya, menurut data, rupanya kawasan tersebut telah menyumbang pendapatan asli daerah Morowali.
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh STIE Panca Bhakti Palu pada Mei 2020 yakni Evaluasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014-2018 memaparkan bahwa realisasi pendapatan daerah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah mengalami kenaikan yang fluktuatif antara Rp483.774.319.000,00 sampai dengan Rp1.618.632.403.000,00.

Sedangkan untuk Kabupaten Morowali, tercatat peningkatan dari tahun 2014 hingga 2018 sebagai pendapatan asli daerah Morowali. Dimulai pada 894,453,131 (2014), 835,127,978 (2015), 945,930,993 (2016), 1,144,840,491 (2017), dan 1,598,815,372 (2018).
Peningkatan realisasi pendapatan daerah Morowali berasal dari berbagai macam jenis kontribusi, salah satunya adalah kawasan industri Morowali yang bergerak di bidang smelter pertambangan mineral. Perusahaan yang bergerak di bidang smelter ini berkontribusi terhadap negara. Kontribusi tersebut berupa devisa yang mereka ciptakan untuk negara yang kemudian disalurkan kepada daerah menjadi pendapatan asli daerah Morowali.
Morowali telah bergerak maju bagi daerahnya, maupun Indonesia. Di kawasan tersebut, masyarakat kini juga dapat menikmati listrik dan telekomunikasi selayaknya masyarakat di Pulau Jawa. Pertumbuhan secara ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sudah terlakoni di kawasan terpencil tersebut.
Lantas, apakah benar kawasan industri di Morowali lepas tangan dan tidak berkontribusi bagi Indonesia? Jika tidak, mengapa ada opini yang menyatakan demikian? Ada apa dibalik ini?